Domain Karya Budaya
Tradisi Lisan, Bahasa, Cerita Rakyat, Naskah Kuno, Permainan Tradisional
Lokasi Karya Budaya
Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau
Deskripsi Singkat
Pantun sebagai karangan terikat pada aturan
persajakan tertentu, pantun memiliki kekhasan. Ia terdiri dari sampiran dan
isi. Sampiran berperan sebagai pembayang bagi maksud yang ingin disampaikan,
sedangkan isi berperan sebagai makna atau gagasan yang ingin dinyatakan.
Walaupun pada umumnya pantun terdiri dari empat baris dengan pola sajak a b a b
atau a a a a, tidak jarang terdiri dari enam atau delapan baris. Pantun delapan
baris disebut talibun. Pada pantun empat baris, dua baris awal merupakan
sampiran, sedang dua baris akhir merupakan isi. Dalam sampiran biasanya yang
dinyatakan ialah gambaran alam atau lingkungan kehidupan masyarakat Melayu
termasuk adat istiadat, sistem kepercayaan dan pandangan hidupnya. Melalui pantun
orang Melayu Kepulauan Riau memberi arah, petunjuk, tuntunan dan bimbingan.
Berbagai pengalaman disampaikan melalui pantun. Bahasa yang bermuatan
perlambangan dan kiasan (metaforik) merupakan ciri khas orang Melayu.
Setiap bangsa pada umumnya memiliki
bentuk pengucapan puitik yang disukai untuk menyampaikan alam pikiran,
perasaan, dan tanggapan mereka terhadap kehidupan yang mereka hayati. Orang Jepang
memiliki tanka dan haiku, dua ragam pengucapan
puitik yang ringkas dengan aturan tertentu. Di Eropa soneta dan kuatrin merupakan
bentuk puisi lama yang disukai orang Italia, Perancis, Inggeris, dan lain-lain.
Orang Persia menyukai rubaiyat dan ghazal, dua
bentuk puisi empat baris dengan aturan dan keperluan berbeda. Orang Melayu
memilih pantun dan syair, sekalipun
bentuk pengucapan lain seperti gurindam dan
taromba (bahasa berirama) juga cukup disukai. Yang terakhir ini mirip dengan
mantera.
Sebagai
karangan terikat pada aturan persajakan tertentu, pantun memiliki kekhasan. Ia
terdiri dari sampiran dan isi. Sampiran berperan sebagai pembayang bagi maksud yang
ingin disampaikan, sedangkan isi berperan sebagai makna atau gagasan yang ingin
dinyatakan. Walaupun pada umumnya pantun terdiri dari
empat baris dengan pola sajak a b a b atau a a a a, tidak jarang terdiri dari
enam atau delapan baris. Pantun delapan baris disebut talibun.
Pada pantun empat baris, dua baris awal merupakan sampiran, sedang dua baris
akhir merupakan isi. Dalam sampiran biasanya yang dinyatakan ialah gambaran
alam atau lingkungan kehidupan masyarakat Melayu termasuk adat istiadat, sistem kepercayaan dan pandangan
hidupnya.
Tidak banyak
diketahui kapan pantun muncul dan dari akar apa ia dibentuk. Juga tidak banyak
diketahui apa arti dari kata-kata pantun sebenarnya. Teks Melayu tertua yang
dijumpai dan mulai menyebut pantun sebagai bentuk sajak yang popular dalam
masyarakat Melayu ialah teks syair-syair tasawuf Abdul Jamal, penyair dan sufi
Melayu yang hidup di Barus dan Aceh pada abad ke-17 M dan merupakan murid dari
Syekh Syamsudin Pasai. Syair Abdul Jamal itu sebutan pantun dengan kata-kata
seperti bandun, bantun, dan lantun. Secara
tersirat dalam syair itu pantun disebut sebagai puisi yang biasa dilantunkan
secara spontan untuk menyindir, berseloroh, dan menghibur diri. Berikut adalah
satu contoh pantun Melayu yang sangat popular tentang percintaan:
Dari mana
datangnya linta
Dari sawah
turun ke kali
Dari mana
datangnya cinta
Dari mata
turun ke hati
Dalam
perkembangannya dapat dilihat berbagai jenis-jenis pantun. Yakni, dari segi isi
pantun dapat dibagi menjadi: (1) Pantun anak-anak; (2) Pantun cinta dan kasih
sayang; (3) Pantun tentang adat istiadat dan cara hidup masyarakat Melayu; (4)
Pantun teka teki; (5) Pantun pujian atau sambutan, misalnya dalam menyambut
tamu di sebuah majelis; (6) Pantun nasehat, misalnya pentingnya budi pekerti;
(7) Pantun agama dan adab; (8) Pantun cerita.
Kapan pantun muncul
dalam sejarah kesusastraan Melayu ? Tidak ada
sarjana dapat memastikan. Namun ada sebuah bukti tertulis yang dapat ketahui, yaitu
dalam risalah tasawuf Hamzah Fansuri Asrar al-Arifin (Rahasia Ahli
Makrifat). Risalah itu ditulis oleh sang Sufi pada abad ke-16 M, namun
naskah yang ada merupakan yang ditulis pada akhir abad ke-17 M. Ada dua rangkap
puisi yang mirip pantun dijumpai dalam naskah tersebut.
Kunjung
kunjung di bukit tinggi
Kolam sebuah
di bawahnya
Wajib insan
mengenai diri
Sifat Allah
pada tubuhnya
Nurani hakikat
khatam
Supaya terang
taut maha dalam
Berhenti angin
ombak pun padam
Menjadi sultan
kedua alam
Pada pantun pertama,
pembagian sampiran dan isi jelas. Sampiran berupa lukisan alam. Sedangkan
isinya berupa gagasan. Begitu pula pola sajak akhirnya a b a b, seperti pantun
pada umumnya. Namun pada pantun kedua perbedaan antara sampiran dan isi
samar-samar, sedangkan pola sajak akhirnya a a a a. Yang menarik bahwa hubungan
atau kesejajaran makna antara sampiran dan isi cukup jelas pada pantun pertama.
Hubungan ini tersirat dalam citraan bukit yang tinggi dengan gagasan tentang
diri yang hakiki. Apabila manusia mengenal dirinya yang hakiki atau hakikat
dirinya ia akan memperoleh kemuliaan. Kolam merupakan citraan yang dapat dihubungkan
dengan cermin, sedangkan tubuh manusia menurut pandangan sufi adalah tempat
kita bercermin untuk mengenal sifat-sifat Tuhan.
Pelaku Karya Budaya
# | Nama Pelaku | Email Pelaku | Alamat Pelaku |
---|---|---|---|
1 | Muhammad Ali Achmad | Pelaku
1 Nama :Muhammad Ali Achmad Alamat : Jl. Lembah Purnama No. 8 RT 01/RW 7 kel. Tanjung Ayun Sakti, kec. Bukit Bestari, Tanjungpinang, kepri. Telp/Fax/HP : 08126130409 Pelaku
2 Nama : Suryatati Abdul Manan Alamat : Tanjungpinang, kepri.
Telp/Fax/HP : |