• Nama Karya Budaya: Pantun Melayu
  • Kab/Kota: Kota Tanjung Pinang
  • Kode Penetapan: 2014 - 201400111
  • Status: masih bertahan
Domain Karya Budaya

Tradisi Lisan, Bahasa, Cerita Rakyat, Naskah Kuno, Permainan Tradisional

Lokasi Karya Budaya

Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau

Deskripsi Singkat

Pantun sebagai karangan terikat pada aturan persajakan tertentu, pantun memiliki kekhasan. Ia terdiri dari sampiran dan isi. Sampiran berperan sebagai pembayang bagi maksud yang ingin disampaikan, sedangkan isi berperan sebagai makna atau gagasan yang ingin dinyatakan. Walaupun pada umumnya pantun terdiri dari empat baris dengan pola sajak a b a b atau a a a a, tidak jarang terdiri dari enam atau delapan baris. Pantun delapan baris disebut talibun. Pada pantun empat baris, dua baris awal merupakan sampiran, sedang dua baris akhir merupakan isi. Dalam sampiran biasanya yang dinyatakan ialah gambaran alam atau lingkungan kehidupan masyarakat Melayu termasuk adat istiadat, sistem kepercayaan dan pandangan hidupnya. Melalui pantun orang Melayu Kepulauan Riau memberi arah, petunjuk, tuntunan dan bimbingan. Berbagai pengalaman disampaikan melalui pantun. Bahasa yang bermuatan perlambangan dan kiasan (metaforik) merupakan ciri khas orang Melayu.

 

 

Setiap bangsa pada umumnya memiliki bentuk pengucapan puitik yang disukai untuk menyampaikan alam pikiran, perasaan, dan tanggapan mereka terhadap kehidupan yang mereka hayati. Orang Jepang memiliki tanka dan haiku, dua ragam pengucapan puitik yang ringkas dengan aturan tertentu. Di Eropa soneta dan kuatrin merupakan bentuk puisi lama yang disukai orang Italia, Perancis, Inggeris, dan lain-lain. Orang Persia menyukai rubaiyat dan ghazal, dua bentuk puisi empat baris dengan aturan dan keperluan berbeda. Orang Melayu memilih pantun dan syair, sekalipun bentuk pengucapan lain seperti gurindam dan taromba (bahasa berirama) juga cukup disukai. Yang terakhir ini mirip dengan mantera.

Sebagai karangan terikat pada aturan persajakan tertentu, pantun memiliki kekhasan. Ia terdiri dari sampiran dan isi. Sampiran berperan sebagai pembayang bagi maksud yang ingin disampaikan, sedangkan isi berperan sebagai makna atau gagasan yang ingin dinyatakan. Walaupun pada umumnya pantun terdiri dari empat baris dengan pola sajak a b a b atau a a a a, tidak jarang terdiri dari enam atau delapan baris. Pantun delapan baris disebut talibun. Pada pantun empat baris, dua baris awal merupakan sampiran, sedang dua baris akhir merupakan isi. Dalam sampiran biasanya yang dinyatakan ialah gambaran alam atau lingkungan kehidupan masyarakat Melayu termasuk adat istiadat, sistem kepercayaan dan pandangan hidupnya.

Tidak banyak diketahui kapan pantun muncul dan dari akar apa ia dibentuk. Juga tidak banyak diketahui apa arti dari kata-kata pantun sebenarnya. Teks Melayu tertua yang dijumpai dan mulai menyebut pantun sebagai bentuk sajak yang popular dalam masyarakat Melayu ialah teks syair-syair tasawuf Abdul Jamal, penyair dan sufi Melayu yang hidup di Barus dan Aceh pada abad ke-17 M dan merupakan murid dari Syekh Syamsudin Pasai. Syair Abdul Jamal itu sebutan pantun dengan kata-kata seperti bandunbantun, dan lantun. Secara tersirat dalam syair itu pantun disebut sebagai puisi yang biasa dilantunkan secara spontan untuk menyindir, berseloroh, dan menghibur diri. Berikut adalah satu contoh pantun Melayu yang sangat popular tentang percintaan:

Dari mana datangnya linta

Dari sawah turun ke kali

Dari mana datangnya cinta

Dari mata turun ke hati

Dalam perkembangannya dapat dilihat berbagai jenis-jenis pantun. Yakni, dari segi isi pantun dapat dibagi menjadi: (1) Pantun anak-anak; (2) Pantun cinta dan kasih sayang; (3) Pantun tentang adat istiadat dan cara hidup masyarakat Melayu; (4) Pantun teka teki; (5) Pantun pujian atau sambutan, misalnya dalam menyambut tamu di sebuah majelis; (6) Pantun nasehat, misalnya pentingnya budi pekerti; (7) Pantun agama dan adab; (8) Pantun cerita.

Kapan pantun muncul dalam sejarah kesusastraan Melayu ? Tidak ada sarjana dapat memastikan. Namun ada sebuah bukti tertulis yang dapat ketahui, yaitu dalam risalah tasawuf Hamzah Fansuri Asrar al-Arifin (Rahasia Ahli Makrifat). Risalah itu ditulis oleh sang Sufi pada abad ke-16 M, namun naskah yang ada merupakan yang ditulis pada akhir abad ke-17 M. Ada dua rangkap puisi yang mirip pantun dijumpai dalam naskah tersebut.

Kunjung kunjung di bukit tinggi

Kolam sebuah di bawahnya

Wajib insan mengenai diri

Sifat Allah pada tubuhnya

Nurani hakikat khatam

Supaya terang taut maha dalam

Berhenti angin ombak pun padam

Menjadi sultan kedua alam

Pada pantun pertama, pembagian sampiran dan isi jelas. Sampiran berupa lukisan alam. Sedangkan isinya berupa gagasan. Begitu pula pola sajak akhirnya a b a b, seperti pantun pada umumnya. Namun pada pantun kedua perbedaan antara sampiran dan isi samar-samar, sedangkan pola sajak akhirnya a a a a. Yang menarik bahwa hubungan atau kesejajaran makna antara sampiran dan isi cukup jelas pada pantun pertama. Hubungan ini tersirat dalam citraan bukit yang tinggi dengan gagasan tentang diri yang hakiki. Apabila manusia mengenal dirinya yang hakiki atau hakikat dirinya ia akan memperoleh kemuliaan. Kolam merupakan citraan yang dapat dihubungkan dengan cermin, sedangkan tubuh manusia menurut pandangan sufi adalah tempat kita bercermin untuk mengenal sifat-sifat Tuhan.

Pelaku Karya Budaya

# Nama Pelaku Email Pelaku Alamat Pelaku
1 Muhammad Ali Achmad

Pelaku 1

Nama :Muhammad Ali Achmad

Alamat : Jl. Lembah Purnama No. 8 RT 01/RW 7  kel. Tanjung Ayun Sakti, kec. Bukit Bestari, Tanjungpinang,  kepri.

Telp/Fax/HP : 08126130409

Pelaku 2

Nama : Suryatati Abdul Manan

Alamat : Tanjungpinang,  kepri.

Telp/Fax/HP :