Domain Karya Budaya
Adat Istiadat, Ritus, Perayaan Ekonomi, Organisasi, Upacara
Lokasi Karya Budaya
Deskripsi Singkat
Kabupaten Lingga pernah menjadi pusat kerajaan Melayu lebih kurang
113 tahun (1787-1900). Selama dalam kurun waktu tersebut di Daik Lingga tidak saja
menjadi pusat pengembangan adat dan budaya Melayu tetapi juga pengembangan
Agama Islam. Salah satu adat budaya yang di bina dan dikembangkan adalah adat
istiadat perkawinan Melayu sampailah pada tahapan pasca perkawinan seperti pada
tahap kehamilan dan persalinan.
Pemikiran masyarakat tradisional, biasanya masih sederhana,
dan lazim dikenal dengan cara pikir secara mistis, alam pikiran mistis merupakan
alam pikiran yang timbul oleh ketegangan antara manusia dengan alam. Ketika itu
manusia tidak mampu mengenal berbagai peristiwa atau kekuatan alam dengan
kemampuan pikiran, maka muncul pembayangan tentang misteri alam. Daya imajinasi
itu berhasil membentuk pembayangan-pembayangan tersebut menjadi berbagai
cerita. Dengan cerita tersebut, berbagai ralitas alam seakan-akan telah
diterangkan. Melalui cerita-cerita itu berbagai peristiwa atau misteri alam
telah mendapatkan pembenaran. Cerita-cerita itu telah dipandang sebagai
keterangan atau penjelasan berbagai rahasia alam yang belum terpecah oleh
pikiran manusia. Karena itu berbagai peristiwa alam telah dibuatkan ceritanya,
sehingga seakan cerita itu telah terbukti. Padahal sebenarnya cerita itu hanya
sekedar rekaan. Apabila cerita-cerita semacam itu telah diterima sebagai suatu
kebenaran oleh masyarakat, maka cerita itu meningkatkan menjadi mitos. Mitos merupakan
suatu keyakinan tentang kebenaran sesuatu, tanpa perlu diuji atau diteliti
lagi. Jika mitos itu diberi atau dikokohkan dengan upacara, maka cerita-cerita
itu akan dipandang sesuatu yang sakral, sehingga sebenarnya sudah telah menjadi
semacam kitab suci dalam kepercayaan primitif. Dengan proses rupa itu maka
terbentuklhah alam pikiran mistis, hasilnya merupakan kepercayaan yang muncul
dan ditaati oleh masyarakat pendukungnya, sehingga hal tersebut menjadi suatu
tradisi.
Alam pikiran masyarakat melayu juga telah melalui lintasan pikiran yang
demikian. Alam pikiran orang Melayu juga telah memberi bekas, bagaimana
agama/kepercayaan pernah menjadi suatu sistem nilai dalam kehidupan mereka.
Pada masa lalu orang Melayu juga memuja alam. Benda-benda dipandang mempunyai
kekuatan gaib, mempunyai semangat atau mempunyai roh. Kekuatan gaib itu dipandang
berasal dari makhluk halus yang dikenal dengan berbagai nama seperti hantu,
mambang, jembalang, dan peri. Tiap pohon dipandang mempunyai mambang, sebab
mambang itulah yang menjadi kekuatan gaib dari pohon itu, bagaikan semangat roh
dalam jasad. Berbagai tempat dipandang mempunyai penghuni seperti hantu,
jembalang , sehingga tempat-tempat itu mampu memperlihatkan suatu kekuatan gaib.
Demikianlah alam pikiran ini dikenal dengan istilah animisme dan dinamisme,
telah bertumpu kepada kepercayan terhadap berbagai makhluk halus yang dipandang
dapat memberikan kekuatan gaib terhadap benda-benda.
Karena mereka merasa aman atau memperoleh jaminan keselamatan
dari mitos yang berisi cerita tentang makhlus halus dan benda-benda yang
dipandang aneh itu, maka sejumlah benda yang dianggap mempunyai kekuatan gaib
telah dipuja. Segala yang sakti boleh dikatakan mempunyai aspek religius, sebab
semua yang sakti telah dipuja. Konsep kepercayan pada masa itu adalah ketergantungan
manusia kepada benda-benda yang sakti, yang jika dipuji dianggap mampu memberi
keselamatan atau tidak menimbulkan marabahaya.
Dalam pandangan masyarakat melayu pada masa lalu alam ini dihuni
oleh makhluk halus, manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan. Makhluk halus
tersebut dibayangkan hidup seperti manusia, mempunyai anak, ibu, bapak, rumah
tangga dan sebaginya. Rumah tangga makhlus halus itu adalah berbagai tempat atau
benda-benda yang bila dihuninya akan mempunyai ber bagai kekuatan yang luar
biasa dalam bentuk perisrtiwa alam, maka makhluk halus mempunyai posisi lebih
tinggi daripada manusia. Itulah sebabnya kekuatan makhluk halus gaib (halus)
yang nampak melalui alam disebut juga sebagai kekuatan supernatural.
Secara keseluruhan masyarakat Melayu, khususnya di Daik masih
percaya terhadap berbagai jenis makhluk gaib (halus) yang juga disebut sebagai
orang halus, terdiri dari jin, mambang, dewa (deo), jerambang, jembalang, orang
bunian. Mereka percaya sebagian makhlus gaib tersebut ada yang baik, dan ada
pula yang jahat. Makhluk halus yang baik mereka jadikan sahabat, dan untuk yang
jahat mereka upayakan jangan mengganggu masyarakat. Untuk itu mereka
melaksankan berbagai upacara / ritual, agar yang baik tetap menjadi sahabat, dan
sebaliknya yang jahat tidak mengganggu atau mendatangkan bencana/musibah. Karena
menurut kepercayaan orang Melayu di Daik, makhluk halus dapat membawa
kebahagiaan dan dapat pula mendatangkan bencana seperti halnya upaca basuh
lantai yang ada dan masih dilaksanakan masyarakat di Daik
Basuh Lantai adalah mencuci, membersihkan lantai .Tradisi Basuh
Lantai ini dilakukan secara turun – temurun oleh masyarakat Kabupaten Lingga
pada umumnya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Melalui Tradisi Basuh
Lantai, keluarga yang bersangkutan menjadi bersih total baik dirinya maupun
lingkungannya. Bukan hanya lahirnya saja tetapi juga bathinnya. Dengan
melakukan Tradisi Basuh Lantai keluarga yang bersangkutan akan terhindar
dari berbagai malapetaka yang ditimbulkan oleh berbagai kekuatan gaib yang
dipercayai. Tradisi Basuh Lantai ini termasuk daur hidup (lingkaran hidup
individu), Tradisi ini tidak saja dilakukan oleh sesorang atau individu akan
tetapi dihadiri oleh kerabat, tetangga, tokoh masyarakat, ulama dan handai taulan.Tradisi
Basuh Lantai mengandung nilai – nilai antara lain : kebersihan, ketelitian ,
kegotong royongan, kebersamaan, kerja keras, keteguhan, keselamatan, kehati –
hatian dan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Biasanya masyarakat di Kabupaten Lingga melakukan tradisi Basuh
Lantai yang berhubungan dengan proses kehamilan sang ibu pada usia kehamilan 7
bulan dengan -menempah Bidan Kampung yang akan nantinya membantu proses
persalinan/ kelahiran si cabang bayi. Tadisi Basuh Lantai dilakukan di kamar
yang akan digunakan di tempat proses melahirkan dan akan dilaksanakan setelah
44 hari semenjak kelahiran si bayi dan tradisi ini diahiri dengan mengembalikan
asam garam ke mak bidan kampong sebagai ungkapan terimakasih pihak keluarga
yang telah berhajat.
Alat-alat dan benda-benda yang perlu dipersiapkan untuk upacara itu
antara lain : 2 buah kelapa, semangkok padi, semangkok beras, 2 batang lilin,
bedak langi, celak (penghitam bagian kelopak mata), sebuah sisir, sepinggan (
sepiring) pulut kuning, asam dan garam, sehelai kain, seekor ayam, jenis ayam
tergantung pada jenis kelamin bayi. Jika bayi perempuan, disediakan ayam
betina, jika bayi laki-laki disediakan ayam jantan, sebuah sanggan atau tempat
kecil yang terbuat dari logam, benang tukal atau benang kasar, dan sebuah limau
purut atau sejenis limau yang berkerut-kerut dan sebuah cermin.
Sebelum upacara dilakukan terlebih dahulu segala lat-alat dan benda
– benda itu diatur dan disusun sesuai dengan langkah-langkah dan urutan
upacaranya. Buah kelapa diukir sehingga berbentuk bulat lonjong. Setelah itu
diletakkan didalam sanggan yang telah berisi padi. Dikiri kanan kelapa
diikatkan 2 batang lilin. Setelah semua benda- benda itu disusun dan diletakkan
secara teratur, maka mak bidanpun mulailah melakukan upacara tersebut. Sementara
itu ibu dan bayi dipakaikan dengan pakaian yang baru dan rapi.
Mula-mula mak bidan membaca mantra tertentu sambil mulutnya
berkomat kamit, menyembur kekiri dan kekanan. Kemudian diambilnya ayam,
dipegangnya kepala itu perlahan-lahan kaki ayam dicakarnya kelantai, mula-mula
dari depan ke kanan, kemudian dari depan ke kiri. Gerakan yang serupa itu
dilakukannya sebagai 7 kali. Kemudian ibu jari tangannya yang kanan dimasukkan
kedalam mulut ayam, langit-langit mulut ayam ditekan dengan ibu jari tersebut.
Setelah itu ibu jari tadi ditekan diatas dahi bayi sebanyak 3 kali, kemudian
paruh ayam di goreskan perlahan-lahan kebagian dahi bayi sebanyak 3 kali.
Mula-mula digoreskan dari atas kekanan, kemudian dari atas ketengah dan
seterusnya dari atas ke kiri. Selesai upacara mencakar ayam, dilanjutkan
upacara mencuci lantai ditempat melahirkan.
Mula-mula kelapa yang telah dibersihkan kulitnya itu digolekkan
diatas lantai dari kanan kekiri, langsung ke depan. Kemudian kelapa diambil, di
goncang-goncang didekat telinga kanan bayi.
Sesudah itu dilanjutkan dengan upacara membedak dan melangi lantai.
Setelah membaca mantra, bedak dan langi dimasukkan kedalam mangkok yang berisi
limau purut, kemudian limau purut itu diperas airnya dicampukan dengan bedak
langir itu. Kemudian campuran itu disiram keatas lantai sampai rata. Kemudian
digosok. Setelah itu disiram dengan air bersih. Kemudian lantai yang sudah
bersih itu diminyaki, disisir dan diberi celak. Sebelum mendadani lantai, bidan
meminyaki dirinya sendiri. Setelah selesai didandan cermin, kelapa, lilin yang
ada diatas sanggan tadi dikelilingkan oleh bidan pada daerah lantai yang sudah
dibersihkan tadi.
Adapun makna atau simbol (lambang) dari perlengkapan upacara basuh
lantai yang terdiri dari beberapa bahan tadi sebagai berikut :
1. Ayam, apabila bayinya adalah laki-laki, maka dipilihlah seekor
ayam jantan. Demikian sebaliknya, apabila bayinya adalah perempuan, maka harus
dipilih seekor ayam betina. Makna simboliknya adalah bahwa disunia ini selalu
diciptakan segala sesuatu oleh Tuhan, berpasang pasangan, seperti ada siang ada
malam, ada laki-laki ada perempuan, ada baik dan ada yang jahat, demikian
seterunya. Sedangkan tujuan disediakan seekor ayam adalah sebagai ganti darah
yang telah keluar atau yang telah tertumpah, sehingga penunggu tanah atau setan
tanah (jembalang) tidak akan selalu menagih/ menggoda/ mengganggu sang bayi tersebut.
Itulah sebabnya kadang-kadang bayi sering rewel, menangis terus, selalu kurang sehat,
maka ahal tersebut ada kemungkinan adanya gangguan dari jembalang (setan
tanah), hal itu terjadi karena adanya persyaratan yang belum dipenuhi/ belum
lengkap sewaktu ibu sehabis melahirkan,
2. Padi, merupakan lambang atau melambangkan semangat.
Padi juga melambangkan atau sebagai simbol laki-laki. Sebaliknya beras melambangkan
perempuan, padi dan beras dianggap sebagai dua hal yang berpasangan. Keberdaan
beras karena adanya padi. Padi dan beras juga diartikan dengan rezeki, suatu
keluarga dianggap banyak rezekinya, apabila juga mempunyai bannyak beras
(padi). Sehingga dalam setiap keluarga selalu ada tersimpan persediaan beras (padi),
biarpun sedikit tetap akan selalu diusahakan ada dalam persediaan.
3. Benang, merupakan lambang dari rintangan
atau halangan. Manusia hidup tidak bisa lepas dari berbagai rintangan atau
hambatan, untuk itu manusia harus selalu waspada,selau hati-hati agar bisa
melewati segala rintangan. Makanya dalam upacara basuh lantai, ada proses
memutuskan benang. Maknanya agar sang anak agar bisa melewati segala rintangan,
selalu bisa menyelesaikan masalah dalam hidupnya.
4. Lilin, sebagai lambang penerang,
sebagai pedoman dalam kegelapan. Maknanya agar hidup sang anak selalu dijalan
yang terang, seterang cahaya lilin, tetap bisa berjalan meskipun dalam
kegelapan karena memiliki pedoman atau pegangan, serta keyakinan dalam hidup
ini.
5. Kelapa, merupakan simbol kehidupan.
Kelapa sangat mudah tumbuh menjadi tunas kelapa, tumas kelapa bisa tumbuh dimana
saja. Maknanya agar sang anak bisa hidup dimana saja, bisa menyesuaikan diri
dengan keadaan lingkungannya. Kelapa juga sangat berguna dalam kehidupan, kelapa
bisa dimanfaatkan untuk apa saja. Kelapa digoncangkan ketelinga anak. Apabila
air kelapa bergoncang kuat, menandakan anak itu akan menjadi anak yang baik.
Apabila kurang bunyinya berarti anak akan menjadi anak yang nakal.
6. Cermin, sikat, dan sisir
merupakan perlengkapan berdandan yang harus ada dalam kehidupan. Maknanya bahwa
dalam hidup ini harus selalu dijaga kebersihan, kerapian, sebab dengan demikian
semua itu juga akan berpengaruh pada kesehatan diri kita.
7. Minyak langi, terbuat dari
gambir, asam, kapur,dan limau, kemudian ditumbuk. Minyak atau bedak langi
dimaksudkan sebagai ramuan untuk membersihkan diri agar terhindar dari gangguan
makhluk halus, juga dimaksudkan sebagai penolak bala.
8. Pulut / ketan kuning
merupakan lambang laki-laki, sedangkan serabai adalah lambang perempuan.
Sumber / Referensi :
1. JUDUL BUKU : Upacara Tradisional
di Daik Lingga
PENYUSUN : Drs.
Sindu Galba
Dra.
Nismawati Tarigan
Drs.
Suarman
Drs.
T. Dibyo Harsono
Dra. Dwi Setiati
PENERBIT : Unri
Press Pekanbaru
2. JUDUL BUKU : Bibliografi Beranotasi
PENYUSUN : Hendri
Purnomo. S.Sos
Febby Febryandi YS, S.Sos
Sasangka Adi Nugraha, SS
Irwansyah, SS
PENERBIT : Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Balai
Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional
Tanjungpinang 2009
3. JUDUL BUKU : LINGGA HARITAGE
PENYUSUN
: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Lingga
4. JUDUL BUKU : UPACARA
TRADISIONAL/DAUR HIDUP DAERAH RIAU
PENERBIT: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek
Infentarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah 1985
PENULIS : Drs. M. Daud Kadir
Ny. Siti Syamsiar, BA
Syahdanur, BA
Raja Zaid
5. Link : https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/
Pelaku Karya Budaya
| # | Nama Pelaku | Email Pelaku | Alamat Pelaku |
|---|---|---|---|
| 1 | Ramlan | Pencatatan
Pelaku Komunitas
1 Nama : AMRAN, A.Md Alamat : Daik, Lingga Telp/Hp : 081371197962 Komunitas
2 Nama : SYAMSUL ASRAR, S.ST,
MM Alamat : Daik, Lingga Telp/Hp : 081277799773 Maestro
1 Nama : Ramlan
Alamat : Daik, Lingga |